Malam Natal Kelabu
Malam Natal tahun ini gerejaku terlihat indah. Cahaya ruangan yang dibuat sedikit redup, dengan lampu-lampu kecil pohon Natal yang berwarna warni, membuat suasana gereja terasa hening dan tenang. Ibadah puh terasa begitu hikmat dengan musik dan lagu-lagu Natal yang sangat menyentuh hati. Paduan suara dan drama natal yang disampaikan dengan keren memberi kesan keceriaan dan sukacita bagi banyak orang. Tetapi, di tengah-tengah keceriaan tersebut, kami merasa Natal kali ini tidak lagi sama, karena papa telah dipanggil Tuhan sebulan yang lalu. Tentu saja kami merasakan ada yang hilang dari kebiasan-kebiasan kami setiap tahun nya saat menyambut Natal. Biasanya kami beribadah berenam, tetapi kini tidak lagi. Bahkan, ketika kami berfoto di gereja, kami merasa ada tempat yang kosong di dalam foto. Tampaknya malam natal ini akan menjadi natal kelabu bagi kami.
Sepulang dari gereja, sesampainya di rumah, kami melihat dari jauh sebuah mobil diparkir di depan pintu pagar rumah. Entah mobil siapa gerangan karena kami tidak tahu siapa yang datang kerumah kami di malam Natal selarut ini. Ketika kami sudah mendekat, baru lah kami tahu ternyata mobil itu adalah milik adik iparku yang tinggal di Jakarta. Ia rupanya datang bersama istri dan anak-anaknya. Mereka menyampaikan bahwa mereka pun baru pulang dari gereja dan langsung mengunjungi kami untuk melewati malam natal bersama kami sekeluarga. Suasana rumah kami pun penuh dengan keceriaan ketika semua hadir. Kami tertawa, bercanda, bernyanyi, sambil memperhatikan ponakan-ponakan yang masih kecil bermain bersama. Suasana ini setidaknya membuat mama agak terhibur, karena rumah kami ramai dipenuhi dengan gelak tawa dan cerita dari saudara-saudara yang datang berkunjung.
Disaat kami akan menyiapkan makan malam bersama, tiba-tiba suara HP ku terdengar berdering. Tampak pada layar HP nama tante Emma.
“Halo Yuli apakah kamu ada dirumah, tante sedang dalam perjalanan ke rumah, ingin melewati malam natal ini berdoa bersama dirumah mu…”, ucapnya melalui telepon.
Sesaat aku terpaku mendengar ucapan tante Emma, adik perempuan papa satu-satunya. Ini seperti sebuah kejutan, karena selama ini tante Emma jarang sekali untuk datang kerumah. Tante Emma pun tidak dapat hadir pada saat pemakaman papa karena kesibukan pekerjaannya yang jauh di luar kota.
“Ya, tante. Kami semua ada di rumah”, ucapku setelah hening beberapa saat. Tentu saja kedatangannya membuat aku bersyukur pada Tuhan.
Aku menyampaikan pada mama dan keluarga yang telah berkumpul bahwa tante Emma akan datang ikut ibadah keluarga bersama malam ini. Kami pun mulai saling berbagi tugas untuk ibadah bersama. Ada yang akan mengiringi dengan keyboard, dengan gitar, sebagai pemandu lagu, memimpin doa, dan membawakan renungan. Rasanya menyenangkan sekali melakukannya. Sekilas aku melihat raut bahagia yang terpancar dari wajah mamaku melihat semuanya kumpul dirumah.
Lima belas menit menjelang pukul sepuluh malam, tante Emma belum tiba di rumah. Hal ini membuat kami semua sangat gelisah. Mama pun mulai bertanya, jam berapa kami akan memulai ibadah malam natal.
“Ups…”
Aku pun mulai merasa khawatir dan ragu, apakah tante Emma benar-benar akan datang ke rumah. Tetapi aku tetap meyakinkan mama bahwa tante Emma sedang dalam perjalanan dan pasti akan datang. Aku mencoba untuk menghubungi kembali HP tante Emma, teleponnya tetap tidak diangkat-angkat.
“Bagaimana ini, apakah benar tante Emma sedang dalam perjalanan, apakah ada sesuatu yang terjadi dalam perjalanannya, dan kenapa tante Emma tidak mengangkat teleponku”, ucapku cemas di dalam hati.
Raut wajah mama tampak terlihat cemas. Aku semakin merasa panik karena membayangkan bagaimana akan melewati malam ini.
“Ah, kenapa disaat perasaan sepi kami telah berganti perasaan gembira, sekarang kami harus mengalami situasi tegang dan cemas karena memikirkan kondisi tante Emma.”
“Dreett…dreet.. dreet…”, HP ku bergetar bertepatan suara klakson mobil di depan rumah. Kami semua bangkit melihat keluar siapa gerangan yang datang. Wow, ternyata suara mobil klakson tante.
“Yuli tolong bukakan pintu, tante sudah di depan rumahmu “, ujarnya di telepon.
Terima kasih Tuhan, tante Emma tiba tepat disaat kami akan mulai ibadah. Mama tersenyum senang dan tentu saja kami semua sangat bahagia melihat tante Emma yang selama ini kami rindukan kehadirannya.
Malam sudah sangat larut. Kami semua bersiap tidur. Aku memandangi keluargaku satu persatu.
Benar bahwa kehilangan papa membuat suasana Natal berbeda. Tetapi aku masih bisa bersyukur karena Tuhan juga masih menyediakan keluarga terkasih untuk merayakan sukacita Natal bersama. Kebersamaan malam natal ini juga adalah sebuah anugerah yang patut dirayakan dan disyukuri. Kesedihan karena kehilangan, tergantikan oleh sukacita, melihat raut wajah-wajah bahagia dari anggota keluarga. “Tuhan Yesus, terimakasih atas keluarga di malam natal ini”, ucapku di dalam doa tidurku. Ternyata malam natal ini tidak sekelabu yang aku pikirkan.
Penulis: Yuliana Siktimu – GKI Kepa Duri